Teologi Feminisme '' Kesetaraan Gender''

PENDAHULUAN

            Perihal kesetaraan telah menjadi masalah utama yang dibahas oleh umat manusia selama bertahun.Semua itu bermuara pada paham yang mengusung Hak Asasi Manusia.Terwujudnya deklarasi HAM yang dideklarasikan pada tanggal 10 desember 1948 harus melewati proses yang cukup panjang dan melelahkan. Dalam proses ini telah lahir beberapa naskah HAM yang mendasari kehidupan manusia dan yang bersifat universal dan asasi.

teologi feminisme

Hak-hak manusia yang telah dirumuskan sepanjang abad ke-17 dan 19 ini sangat dipengaruhi oleh gagasan mengenai hukum alam, sepertian yang dirumuskan oleh John Lock dan Jean Jaques Rousseau dan hanya membatasi pada hak-hak yang bersifat politis saja, seperti kesamaan hak atas kebebasan, hak untuk memilih dan sebagainya.

Salah satu yang kemudian mendapat perhatian khusus adalah akan Hak terhadap wanita untuk mendapatkan perlakuan yang sama dengan pria.Banyak sekali paham sekuler yang dapat dengan cepat menjawab dan memecahkan permasalahan ini. Kekristenan di lain pihak berada dalam posisi untuk menyatakan keberpihakkannya. Haruskah Alkitab yang menjadi landasan iman umat Kristiani memihak kepada salah satu gender atau justru memberikan solusi lain yang lebih dapat diterima?


TEOLOGIA FEMINISME ( KESETARAAN GENDER )

“posisi perempuan dalam kejadian 3: 16 tidak lagi bebas menentukan kehendaknya sendiri dan harus tunduk kepada otoritas suami”. – Calvin[1]

Masalah kesetaraan jender akan terpusat terutama kepada bagaimana kita sebagai umat Allah dapat membedakan mengenai gambaran Deskriptif dan Perskriptif. Saat kita dapa memilah dan membedakan kedua hal tersebut kita akan dengan jelas dapat mengaitkan bahwa Alkitab dapat menjawab masalah feminisme dengan cara yang tepat. Sebelum kita dapat menarik kesimpulan tersebut, mari kita mengkaji Feminisme dalam 3 tahap perkembangannya.

1.    PRE - FEMINISME

Pada masa ini dominasi kaum maskulin sangatlah kuat. Pada masa ini, perempuan dianggap sebagai objek dibanding menganggapnya setara dengan kaum pria sebagai objek yang juga memiliki peranan yang sama.Masa ini didukung dengan masa dimana PL ditafsirkan secara Deskriptif sebagaimana Calvin memandang kejadian 3: 16 yang kemudian di tegaskan oleh Skinner sebagai kodrat wanita.[2]

A.    Zaman Maskulin

Pada umumnya, manusia diciptakan sebagai laki-laki dan ada yang diciptakan sebagai perempuan.Di seluruh dunia, pada umumnya di masyarakat, laki-laki dianggap lebih tinggi nilainya sedangkan perempuan memiliki nilai terendah.Kebanyakan kaum laki-laki bekerja dan bertugas dalam masyarakat, sedangkan perempuan hanya bekerja di dalam rumah.

Paham kodrat juga memandang bahwa pada umumnya kaum laki-laki memiliki kekuasaan atas kaum perempuan.Ini dikarenakan laki-laki memiliki kodrat yang kuat, pemberani, rasional, produktif, menghasilkan kekayaan, menciptakan budaya dan sanggup membuat perencanaan. Sedangkan perempuan memiliki kodrat yang lemah lembut, penakut, perasa, reproduktif, suka memelihara apa yang ada dan meneruskan keterampilan lama, biasa melayani dan suka dipimpin.

Pandangan paham kodrat didukung oleh filsafat klasik di barat dan di timur.Aristoteles berpendapat bahwa menyangkut kelamin, naluri laki-laki lebih tinggi sedangkan naluri perempuan lebih rendah; laki-laki yang memerintah, perempuan yang diperintah.Tatanan laki-laki memerintah perempuan sangat ditekankan dalam ajaran konghucu.

Dalil bahwa laki-laki adalah manusia sejati, menyebabkan perempuan dinilai dari sudut pandang laki-laki yang menekankan kekurangan-kekurangan perempuan.Akibatnya, laki-laki dipandang sebagai manusia sejati atau manusia yang sempurna sedangkan perempuan hanyalah pelengkap bagi laki-laki.
Tradisi gereja juga mengutamakan laki-laki sebagai pemegang kepemimpinan dalam gereja, perempuan tidak boleh menjadi pemimpin atau imam.Ini terlihat dalam gereja Katolik. Thomas Aquins, hanya laki-laki yang sepenuhnya diciptakan menurut gambar Allah sedangkan perempuan diciptakan dari laki-laki. Sehingga perempuan hanya mencerminkan Allah setelah bersama laki-laki.

B.     Sejarah Pre – Feminisme bagaimana berkembang?

Pada abad ke-18 sM, Abraham memeluk monoteisme dan memasuki perjanjian dengan Allah.Demikianlah bangsa Yahudi terbentuk melalui kehidupan kaum patriarkal.Kira-kira 600 tahun berikutnya, agama Yahudi tidak mencapai kemapanan.Pada abad ke-12 sM, Musa menjadi alat Tuhan dalam pembebasan keturunan Abraham.Setelah mereka keluar dari Mesir, mereka berjumpa dengan Tuhan di Sinai dan menerima sepuluh perintah Allah.Agama Yahudi tidak berhenti di situ dan semakin berkembang.[3]

Khasanah penulisan yang luas dan beragam dikembangkan untuk menampung dan meneruskan kehidupan dan agama Yahudi. Yang utama diantara naskah itu adalah Talmud (tafsiran taurat). Selain Talmud, dalam setiap abad, naskah-naskah baru ditambahkan. Walaupun singkat, tetapi dapat ditemukan dalam setiap jilid buku keagamaan beberapa acuan tentang perempuan dan perihal kepribadian mereka.

Karena proses pengungkapan yang lama, tidak ada definisi tunggal mengenai seksualitas dan fungsi-fungsi jasmaniah perempuan. Oleh karena itu, bagi seorang peneliti abad ke-20, pandangan tradisional Yahudi mengenai perempuan muncul sebagai dialektika yang kaya.

Dialektika tetap hidup dalam definisi-definisi pertama tentang perempuan dalam tradisi Yahudi dan terus berlanjut dalam semua sumber, dari Alkitab ke Talmud, ke Midrasy (penafsiran), ke uraian dan filsafat abad pertengahan, ke undang-undang resmi seperti Shulkhan Arukh (abad ke-14), ke keputusan halachic (hukum-agama Yahudi) modern.

Selalu ada dua pemikiran mengenai perempuan, setara di satu pihak atau lebih rendah dari pihak lain. Dalam Ams 31:10-31 terdapat pujian yang sangat indah dan murah hati terhadap istri yang sempurna, tetapi dalam Pengkh 7:26 mengenai renungan bahwa “perempuan lebih pahit daripada maut”.

C.     Pandangan Yahudi

-          Kelahiran dan Perjanjian

Dalam agama Yahudi, dilahirkan bukan sekedar suatu fakta biologis melainkan jalan masuk ke dalam komunitas perjanjian.Kelahiran menandakan jiwa baru yang bukan hanya anak suatu keluarga tertentu, tetapi seorang anak untuk seluruh bangsa Yahudi.

Upacara yang menyertai laki-laki adalah penyunatan, tetapi tidak ada penyunatan perempuan.Sementara laki-laki memasuki perjanjian dengan upacara komunal, perempuan memasuki perjanjian dalam segala tatacara, upacara keagamaan ataupun sambutan publik.Laki-laki membawa tanda perjanjian dalam daging, sedangkan perempuan figur yang sangat penting dalam meneruskan garis perjanjian.Seorang Yahudi adalah seorang yang dilahirkan oleh seorang ibu Yahudi.

-          Pubertas / Menarche (Haid Pertama)

Ritus pubertas dalam agama Yahudi dikenal sebagai bar-mitsvah (secara harfiah, putra firman) dan bar-mitsvah (secara harfiah, putri firman). Saat seorang laki-laki mencapai usia 13 tahun, dan perempuan 12 tahun, ia (laki-laki/perempuan) berkewajiban sebagai orang dewasa dalam segala ajaran Taurat. Ini berarti, semua kewajiban seorang Yahudi dewasa diberlakukan saat menginjak pubertas.

Perempuan Yahudi pada usia 12 tahun memikul semua tanggung jawab sebagai perempuan dewasa dalam agama Yahudi (Sabat, hari raya dan puasa, peraturan makan, dan berbagai kewajiban liturgis dan ritual). Seorang anak perempuan Yahudi memasuki tahap ini tanpa bantuan acara agama / ritus.

-          Perkawinan

Dalam semua kebudayaan, perkawinan merupakan hubungan orang dewasa yang optimal, terutama bagi perempuan, yang secara historis hanya memiliki sedikit pilihan lain saja. Perkawinan menjalankan tiga fungsi : keintiman, prokreasi, dan penyaluran hasrat-hasrat erotis.

Alkitab menerangkan perkawinan sebagai “seseorang mengambil istri” (Ul  24:5; 22:13). Mengambil artinya, seorang perempuan diperoleh dengan tiga cara dan memperoleh dirinya (kemerdekaannya) dengan dua cara. Perempuan diperoleh melalui uang, akte atau persetubuhan, dan memperoleh dirinya (kemerdekaannya) melalui perceraian atau kematian suaminya.

Uang bukan pembeli, tetapi lebih merupakan suatu lambang menyimpan.Seorang perempuan disimpan secara eksklusif bagi suaminya, dan uang sekedar penegasan perubahan status. Akte merupakan suatu dokumen dan bahwa persetubuhan disingkirkan oleh para rabi sebagai suatu cara sah untuk mengikat janji perkawinan.

Dalam perkawinan, laki-lakilah yang mengambil perempuan.Maka secara alamiah, otoritas dalam perkawinan terletak pada suami yang dipindahkan dari ayahnya kepada suaminya.Upacara perkawinan mencerminkan prakarsa laki-laki.Inti upacara perkawinan merupakan transaksi antara kedua pihak saat laki-laki memasangkan cincin pada jari perempuan dan mengucapkan ayat perkawinan dan ditambahkan pengucapan berkat pertunangan dan berkat perkawinan.Seorang perempuan membisu dalam upacara perkawinan tradisional.

-          Persalinan

Tidak ada upacara formal atau berkat untuk merayakan pengalaman paling menakjubkan dalam kehidupan seorang perempuan – melahirkan.Ini berarti kurangnya tempat pada perayaan publik untuk pengalaman-pengalaman perempuan dan kurangnya penghargaan diri di pihak perempuan sepanjang abad.

-          Perceraian
Dalam hukum tradisional Yahudi, perceraian bukan merupakan prosedur pengadilan, tetapi transaksi antara kedua pihak. Inti perceraian Yahudi adalah tindakan seorang laki-laki yang memberi gett (dalam bahasa Aram = surat perintah cerai) dan perempuan yang menerima gett.

Seorang perempuan yang tidak menyenangkan suaminya rentan secara jasmaniah maupun psikologis. Suaminya dapat menceraikan dia semau-maunya, tetapi perempuan tidak dapat menceraikan suaminya.Perceraian merupakan prakarsa dan hak seorang laki-laki. Logikanya adalah, laki-laki yang menciptakan hubungan , maka haruslah dia yang memutuskannya.

Pada generasi berikutnya, ketidakadilan berkurang.Hak seorang laki-laki dipersempit dan hak perempuan diperluas.Dengan begitu, perempuan dapat menguasai nasibnya sendiri.Hak istri untuk menuntut perceraian juga diperluas.
Pada abad di mana perceraian diprakarsai perempuan, semakin banyak suami keras kepala yang menolak memberi gett kepada istri-istri mereka, karena alasan dengki atau pemerasan.

-          Mati-haid
Mati-haid dikenal sebagai tahap hidup tersendiri, karena kebutuhan-kebutuhan seksual perempuan terlepas dari generativitas.Mati-haid mengindikasikan penarikan diri dari hubungan seksual ataupun peraturan Onah (tanggung jawab seorang suami untuk secara seksual memuaskan istrinya).

-          Kematian
Upacara pemakaman untuk laki-laki dan perempuan sama, termasuk pembasuhan lengkap jenazah sebagai persiapan penguburan. Pembasuhan merupakan lambang penghormatan kepada orang mati dan kekudusan tubuh meskipun hidup telah meninggalkannya. Setelah pembasuhan ritual,  jenazah dibalut dengan kain kafan putih dan dimakamkan dalam peti sederhana dari kayu cemara.
Upacara pemakaman meliputi eulogi (pidato penghormatan terhadap orang yang meninggal), pembawaan doa tanda peringatan dan penguburan di bawah tanah. Selama sebelas bulan setelah kematian salah satu orangtua, dilakukan kaddish harian, yakni doa perkabungan yang dibawakan dalam suatu minyan – suatu kworum sepuluh orang yang merupakan kelompok doa bersama. Hanya anak laki-laki yang diwajibkan membawa kaddish, yang berasal dari fakta bahwa hanya laki-laki yang diperhitungkan sebagai bagian minyan.

2.    FEMINISME
Pada masa ini, feminisme muncul sebagai sebuah solusi preskriptif atas pandangan deskriptif pada masa dunia maskulin.Kemunculan feminisme awalnya bertujuan untuk menyeimbangkan peran serta kedua kubu agar kaum wanita dapat lebih dianggap sebagai kaum yang dapat setara secara kualitas dalam bentuk budaya yang mempromosikan sifat-sifat kelembutan dan kesabaran.

Namun, munculnya pandangan ini kemudian menjadi berlebihan saat mereka menggunakan filsafat eksistensialisme.[4]Filsafat ini menolak paham yang menerima manusia memiliki sifat sebagai kodrat bawaan.Paham inilah yang kemudian menjadikan paham feminisme menjadi sebuah acuan ekstreem bahwa wanita harus juga melakukan setiap hal yang dilakukan oleh kaum pria.Karna peran wanita dalam kehidupan tidak boleh dibedakan, maka setiap peran yang dilakukan oleh kaum pria dilakukan oleh kaum wanita.

Pandangan ini membuat peran wanita pada masa pre-feminisme menjadi sebuah hal yang biasa yang tidak perlu dibahas dan bahkan menjadi hal yang dianggap menunjukkan sisi lemah dari wanita.Berdampak langsung pada wanita yang masih melakukan peran mereka dianggap sebagai hal yang tidak berguna sementara peran wanita pada bisnis dan politik dianggap prestasi yang membanggakan.

A.    Definisi Feminisme

Perempuan lemah karena aturan mayarakat bersifat patriarkal (pater =bapak, arkhe = asal mula yang menentukan), yang di dalamnya laki-laki berkuasa atas semua anggota masyarakat yang lain dan mempertahankan kuasa itu sebagai milik yang sah, baik melalui lembaga masyarakat, harta maupun pengetahuan.
Tujuan kaum feminis (femina = perempuan) adalah membebaskan laki-laki maupun perempuan dari kekuasaan kaum laki-laki dan mengangkat pandangan dan nilai kaum perempuan ke dalam kesadaran masyarakat, sehingga terjadi suatu hubungan yang baru berdasarkan kesamaan tingkat antara kaum laki-laki dan kaum perempuan.

Paham kodrat masih diterima dan dipakai sampai pada permulaan tahun 1980an. Sesudah itu mulai muncul kesadaran mengenai dua kenyataan yang berbeda dalam istilah kodrat, yaitu:
a.         Kelamin (sex = unsur sel yang membedakan tubuh manusia serta menumbuhkan alat kelamin dan unsur sekunder) ditentukan sejak dari kandungan dan tidak akan pernah berubah.
b.        Gender (inggris: gender yaitu cara memandang, menilai dan menentukan sikap laki-laki maupun perempuan dalam masyarakat dan kebudayaan) berkembang dalam masyarakat dan dapat berubah mengikuti perkembangan dan perubahan masyarakat dan budaya.[5]
Istilah seks (‘jenis kelamin’) menunjukkan perbedaan biologis saja, sedangkan istilah gender dipakai untuk menunjukkan perbedaan kelakuan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat.[6]
Analisis gender memperhatikan bagaimana hubungan laki-laki dan perempuan pada permulaan suatu program dan menentukan ke arah mana ia harus dikembangkan; sehingga tidak ada pihak yang dirugikan melainkan semua pihak maju.
Gender merupakan suatu alat untuk memahami kerumitan hubungan di antara manusia, alat analisis, alat yang dipakai perempuan untuk membangun jati diri dan hubungan sosial yang berakar pada keadilan serta martabat yang sama pada semua orang dalam perbedaan masing-masing. Gender merupakan suatu ciptaan sosial, suatu cara hidup dalam dunia, suatu cara didikan dan suatu cara melihat yang menentukan hidup dan tindakan kita.

B.     Sejarah Gerakan Feminisme

Sejarah mencatat banyaknya usaha dan gerakan yang muncul untuk mengangkat perempuan sebagai manusia bermartabat di beberapa belahan dunia:
-          Di Eropa, saat hukum Romawi berlaku, kaum perempuan berada di bawah kuasa kaum laki-laki. Ketika zaman akan berakhir, para perempuan yang berpendidikan sudah mulai membebaskan diri dari ikatan kekuasaan dan sudah dapat mengatur miliknya sendiri dan berpengaruh dalam masyarakat. Mary Daly, Beyond God the Father (1973) adalah penggagas teologi feminis dalam arti modern.
-          Di Amerika, pembebasan perempuan terkait dengan pembebasan budak. Ini dimulai dari kesadaran atas martabat setiap orang sebagai ciptaan Allah. Perempuan memperjuangkan hak-hak mereka baik itu hak politik, belajar, berprofesi dan jabatan dan menuntut hak di bidang seksual.Teologia feminis kemudian terbagi menjadi 3 aliran yaitu aliran feminis (terdiri dari orang golongan menengah), Womanist (yang berkulit hitam dan berakar pada golongan bawah) dan Mujeristas (dari budaya Amerika Latin).Alice Walker dan Dolores William, teolog  “womanist” yang berasal dari masyarakat berkulit hitam.
-          Di Afrika, ada kebudayaan tradisional menghormati kaum perempuan sebagai penerus dan pemelihara kehidupan.Musimbi Kanyoro, Mery Amba Oduyuye, Teresa Okora dan Louise Tappa menjadi tokoh feminism di negara tersebut.
-          Di Asia, perempuan adalah pelengkap laki-laki dan dihormati sebagai ibu.Arana Gnanadason, Kwock Pui-Lan, Chung Hyung-Kyung, lee Oo-Chung, Virginia Fabella da Marry Mananzan turut memperjuangkan teologia feminism.
-          Di Amerika Latin, kebudayaan masyo atau kasar masih berpengaruh. Misalnya perempuan harus patuh pada laki-laki.Maria Clara Bingemer, Ivone Gebara, Elsa Tames dan Ofelia Ortege menjadi tokoh untuk memperjuangkan kesetaraan mereka.

C.     Pandangan Alkitab

 Dalam Kej 1:27, maka jadilah laki-laki dan perempuan, diciptakan setara satu sama lain, menurut gambar Allah. Laki-laki dan perempuan diciptakan berbeda secara biologis dan seksual, namun memiliki atribut-atribut dan kekuatan-kekuatan ilahi yang sama.

Tercipta sebagai laki-laki dan perempuan menunjukkan unsur emosional yang saling melengkapi.Kej 2:18 tidak dikatakan bahwa laki-laki membutuhkan perempuan penolong, tetapi digunakan kata benda maskulin Yahudi ezer yang berarti pertolongan. Karena itu para rabi menekankan bahwa laki-laki seharusnya tidak “menguasai”, menaklukan perempuan.

Kata tulang rusuk berasal dari kata tzela yang berarti “sisi”.Hawa-Adam dibentuk sebagai satu unit yang hanya dapat bergerak bersama tapi tidak dapat saling berhadapan.Pada tahap kedua penciptaan, dengan membelah unit ini sehingga dua punggung terbentuk.Hal ini menyebabkan perlunya menghilangkan kesadaran ciptaan yang belum menjadi dua, maka “sisi” diambil.


3.      Post – Feminisme
Masa post-feminisme adalah masa untuk melihat kembali apakah benar-benar posisi perempuan sudah tepat pada posisi yang diinginkan oleh Tuhan dalam interaksi social manusia.Setelah kesetaraan terhadap wanita dijunjung tinggi, di bangun lah segmentasi pekerjaan atau organisasi yang melibatkan wanita secara menyeluruh.Bukannya wanita memiliki kesetaraan kesempatan untuk menempati posisi yang juga bisa didapatkan oleh kaum pria, justru mereka di golongkan kepada biro wanita atau ormas yang khusus kepada kaum wanita.

Beberapa gerakan kenabian yang muncul pada pertengahan abad ke-20, yakni:

-          Teologi pembebasan yang memihak pada kaum miskin yang ditindas oleh peraturan ekonomi modern. Teologi pembebasan didasarkan pada kenyataan bahwa Allah memihak pada orang orang yang tertindas dan yang dikesampingkan. Misalnya Allah membebaskan bangsa Israel dari perbudakan mesir dan menjadikan mereka umat-Nya; dan Allah memihak pada rakyat kecil melalui Yesus lahir dari keluarga miskin, hidup di tengah-tengah orang biasa, orang sakit dan orang berdosa.
-          Teologi feminis yang berusaha memikirkan kembali teologi melalui sudut pandang perempuan yang tertekan. Artinya pihak laki-laki yang berkuasa melepaskan tuntutan dan kesombongannya, lalu membuka diri menerima pihak perempuan. Dengan demikian terjadi persekutuan yang baru diantara teman yang sederajat sebagai sesama mahluk Allah dan saudara Yesus.
-          Ekoteologi yang memikirkan pemeliharaan dunia ciptaan Allah. Ekoteologi terkait dengan pengalaman kaum miskin yang diusir dari tanah dan wilayah tempat nenek moyang mereka hidup berabad-abad lamanya.
 Pandangan pada masa Post feminisme perlu melihat dengan jelas apabila posisi seperti ini adalah hasil akhir emansipasi wanita.Atau justru posisi ini membuat wanita tetap menjadi obyek?Posisi seperti inikah yang menunjukkan bahwa wanita perlu dihargai sebagaimana adanya mereka?

KESIMPULAN

Feminisme menuju satu keadaan masyarakat di mana laki-laki dan perempuan hidup dan bekerjasama sebagai teman sekerja dengan tanggung jawab yang setingkat.Gerakan feminis mengusahakan kebersamaan yang terbuka bagi semua pihak untuk mengembangkan bakat dan pengetahuannya masing-masing demi kepentingan semua warga masyarakat.
Setelah mengkaji apa yang sesungguhnya terjadi sekarang, kita perlu dengan jelas mengerti dan memahami segi kehidupan yang masih harus diperbaiki dan tidak dengan cepat menilai bahwa semuanya telah berjalan baik-baik saja. Kita perlu terus mengevaluasi keadaan dunia agar mereka dapat menerima nilai-nilai yang benar dari Firman Allah itu sendiri hingga kepada paham dalam kehidupan intersosial mereka.
Sebagai orang Kristen, kita harus mengerti dengan betul apa yang diinginkan oleh Allah dan meminta tuntunan Roh Kudus untuk mengarahkan kita agar kita dapat memahami kestaraan ini dalam nilai-nilai Kristus. Dalam berhubungan dengan penganut agama lain, kita harusnya dapat memberikan nilai- nilai Kristus dalam menanggapi paham ini agar mereka dapat mengerti dan mengenal dengan betul siapakah Allah yang kita sembah.
Feminisme perlu menjadi kaca bahwa kita perlu terus menerus menggali dan mencari tahu keinginan utama Allah atas setiap kita, umat manusia.


DAFTAR PUSTAKA


Barth, Marie Claire dan Frommel. (2003)“Hati Allah bagaikan Hati seorang Ibu”Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Becher, Jeanne.  “Perempuan, Agama & Seksualitas: Studi tentang pengaruh berbagai ajaran agama terhadap perempuan”  Jakarta: BPK Gunung Mulia

Schafer, Ruth. “Menggugat Kodrat Mengangkat Harkat”

Skinner, John. (1980) “A Critical and Exegetical Commentary on Genesis” Edinburgh: T. & T. Clark.

Karman, Yonky. (2004) “Bunga Rampai: Teologi Perjanjian Lama” Kwitang: BPK Gunung Mulia.



[1]Yonky Karman. (2004) “Bunga Rampai: Teologi Perjanjian Lama” ( Kwitang: 2004), 68
[2]John Skinner. (1980) “A Critical and Exegetical Commentary on Genesis” (Edinburgh: T. & T. Clark), 83
[3] Jeanne Becher, Perempuan, Agama & Seksualitas (Studi tentang pengaruh berbagai ajaran agama terhadap perempuan), Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
[4]Yonky Karman. (2004) “Bunga Rampai: Teologi Perjanjian Lama” ( Kwitang: 2004), 71
[5] Marie Claire Barth-Frommel, Hati Allah bagaikan Hati seorang Ibu, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.
[6] Ruth Schafer, dkk, Menggugat Kodrat Mengangkat Harkat, 12.

1 Response to " Teologi Feminisme '' Kesetaraan Gender''"