PENDAHULUAN
Perihal kesetaraan telah
menjadi masalah utama yang dibahas oleh umat manusia selama bertahun.Semua itu bermuara pada paham yang
mengusung Hak Asasi Manusia.Terwujudnya deklarasi HAM yang dideklarasikan pada tanggal 10
desember 1948 harus melewati proses yang cukup panjang dan melelahkan. Dalam
proses ini telah lahir beberapa naskah HAM yang mendasari kehidupan manusia dan
yang bersifat universal dan asasi.
Hak-hak manusia yang
telah dirumuskan sepanjang abad ke-17 dan 19 ini sangat dipengaruhi oleh
gagasan mengenai hukum alam, sepertian yang dirumuskan oleh John Lock dan Jean
Jaques Rousseau dan hanya membatasi pada hak-hak yang bersifat politis saja,
seperti kesamaan hak atas kebebasan, hak untuk memilih dan sebagainya.
Salah satu yang
kemudian mendapat perhatian khusus adalah akan Hak terhadap wanita untuk
mendapatkan perlakuan yang sama dengan pria.Banyak sekali paham sekuler yang
dapat dengan cepat menjawab dan memecahkan permasalahan ini. Kekristenan di
lain pihak berada dalam posisi untuk menyatakan keberpihakkannya. Haruskah
Alkitab yang menjadi landasan iman umat Kristiani memihak kepada salah satu
gender atau justru memberikan solusi lain yang lebih dapat diterima?
TEOLOGIA
FEMINISME ( KESETARAAN GENDER )
“posisi perempuan dalam kejadian 3: 16 tidak lagi
bebas menentukan kehendaknya sendiri dan harus tunduk kepada otoritas suami”. –
Calvin[1]
Masalah
kesetaraan jender akan terpusat terutama kepada bagaimana kita sebagai umat
Allah dapat membedakan mengenai gambaran Deskriptif dan Perskriptif. Saat kita
dapa memilah dan membedakan kedua hal tersebut kita akan dengan jelas dapat
mengaitkan bahwa Alkitab dapat menjawab masalah feminisme dengan cara yang
tepat. Sebelum kita dapat menarik kesimpulan tersebut, mari kita mengkaji Feminisme
dalam 3 tahap perkembangannya.
1. PRE - FEMINISME
Pada masa ini
dominasi kaum maskulin sangatlah kuat. Pada masa ini, perempuan dianggap
sebagai objek dibanding menganggapnya setara dengan kaum pria sebagai objek
yang juga memiliki peranan yang sama.Masa ini didukung dengan masa dimana PL
ditafsirkan secara Deskriptif sebagaimana Calvin memandang kejadian 3: 16 yang
kemudian di tegaskan oleh Skinner sebagai kodrat wanita.[2]
A.
Zaman Maskulin
Pada
umumnya, manusia diciptakan sebagai laki-laki dan ada yang diciptakan sebagai
perempuan.Di seluruh dunia, pada umumnya di masyarakat, laki-laki dianggap
lebih tinggi nilainya sedangkan perempuan memiliki nilai terendah.Kebanyakan
kaum laki-laki bekerja dan bertugas dalam masyarakat, sedangkan perempuan hanya
bekerja di dalam rumah.
Paham
kodrat juga memandang bahwa pada umumnya kaum laki-laki memiliki kekuasaan atas
kaum perempuan.Ini dikarenakan laki-laki memiliki kodrat yang kuat, pemberani,
rasional, produktif, menghasilkan kekayaan, menciptakan budaya dan sanggup
membuat perencanaan. Sedangkan perempuan memiliki kodrat yang lemah lembut,
penakut, perasa, reproduktif, suka memelihara apa yang ada dan meneruskan
keterampilan lama, biasa melayani dan suka dipimpin.
Pandangan
paham kodrat didukung oleh filsafat klasik di barat dan di timur.Aristoteles
berpendapat bahwa menyangkut kelamin, naluri laki-laki lebih tinggi sedangkan
naluri perempuan lebih rendah; laki-laki yang memerintah, perempuan yang
diperintah.Tatanan laki-laki memerintah perempuan sangat ditekankan dalam
ajaran konghucu.
Dalil
bahwa laki-laki adalah manusia sejati, menyebabkan perempuan dinilai dari sudut
pandang laki-laki yang menekankan kekurangan-kekurangan perempuan.Akibatnya,
laki-laki dipandang sebagai manusia sejati atau manusia yang sempurna sedangkan
perempuan hanyalah pelengkap bagi laki-laki.
Tradisi
gereja juga mengutamakan laki-laki sebagai pemegang kepemimpinan dalam gereja,
perempuan tidak boleh menjadi pemimpin atau imam.Ini terlihat dalam gereja
Katolik. Thomas Aquins, hanya laki-laki yang sepenuhnya diciptakan menurut
gambar Allah sedangkan perempuan diciptakan dari laki-laki. Sehingga perempuan
hanya mencerminkan Allah setelah bersama laki-laki.
B.
Sejarah Pre – Feminisme bagaimana berkembang?
Pada abad ke-18 sM, Abraham memeluk monoteisme dan memasuki
perjanjian dengan Allah.Demikianlah bangsa Yahudi terbentuk melalui kehidupan
kaum patriarkal.Kira-kira 600 tahun berikutnya, agama Yahudi tidak mencapai
kemapanan.Pada abad ke-12 sM, Musa
menjadi alat Tuhan dalam pembebasan keturunan Abraham.Setelah mereka keluar
dari Mesir, mereka berjumpa dengan Tuhan di Sinai dan menerima sepuluh perintah
Allah.Agama Yahudi tidak berhenti di situ dan semakin berkembang.[3]
Khasanah penulisan yang
luas dan beragam dikembangkan untuk menampung dan meneruskan kehidupan dan
agama Yahudi. Yang utama
diantara naskah itu adalah Talmud (tafsiran taurat). Selain Talmud, dalam
setiap abad, naskah-naskah baru ditambahkan. Walaupun singkat, tetapi dapat
ditemukan dalam setiap jilid buku keagamaan beberapa acuan tentang perempuan
dan perihal kepribadian mereka.
Karena proses
pengungkapan
yang lama, tidak ada definisi tunggal
mengenai seksualitas dan fungsi-fungsi jasmaniah perempuan. Oleh karena
itu, bagi seorang peneliti abad ke-20, pandangan tradisional Yahudi mengenai
perempuan muncul sebagai dialektika yang kaya.
Dialektika tetap hidup
dalam definisi-definisi pertama tentang perempuan dalam tradisi Yahudi dan
terus berlanjut dalam semua sumber, dari Alkitab ke Talmud, ke Midrasy
(penafsiran), ke uraian dan filsafat abad pertengahan, ke undang-undang resmi
seperti Shulkhan Arukh (abad ke-14), ke keputusan halachic (hukum-agama Yahudi) modern.
Selalu ada dua
pemikiran mengenai perempuan, setara di satu pihak atau lebih rendah dari pihak
lain. Dalam Ams 31:10-31 terdapat pujian yang sangat indah dan murah hati
terhadap istri yang sempurna, tetapi dalam Pengkh 7:26 mengenai renungan bahwa
“perempuan lebih pahit daripada maut”.
C.
Pandangan Yahudi
-
Kelahiran dan Perjanjian
Dalam agama Yahudi,
dilahirkan bukan sekedar suatu fakta biologis melainkan jalan masuk ke dalam
komunitas perjanjian.Kelahiran menandakan jiwa baru yang bukan hanya anak suatu
keluarga tertentu, tetapi seorang anak untuk seluruh bangsa Yahudi.
Upacara yang menyertai
laki-laki adalah penyunatan, tetapi tidak ada penyunatan perempuan.Sementara
laki-laki memasuki perjanjian dengan upacara komunal, perempuan memasuki
perjanjian dalam segala tatacara, upacara keagamaan ataupun sambutan
publik.Laki-laki membawa tanda perjanjian dalam daging, sedangkan perempuan
figur yang sangat penting dalam meneruskan garis perjanjian.Seorang Yahudi
adalah seorang yang dilahirkan oleh seorang ibu Yahudi.
-
Pubertas / Menarche (Haid Pertama)
Ritus pubertas dalam
agama Yahudi dikenal sebagai bar-mitsvah
(secara harfiah, putra firman) dan bar-mitsvah
(secara harfiah, putri firman). Saat seorang laki-laki mencapai usia 13 tahun,
dan perempuan 12 tahun, ia (laki-laki/perempuan) berkewajiban sebagai orang
dewasa dalam segala ajaran Taurat. Ini berarti, semua kewajiban seorang Yahudi
dewasa diberlakukan saat menginjak pubertas.
Perempuan Yahudi pada
usia 12 tahun memikul semua tanggung jawab sebagai perempuan dewasa dalam agama
Yahudi (Sabat, hari raya dan puasa, peraturan makan, dan berbagai kewajiban
liturgis dan ritual). Seorang anak perempuan Yahudi memasuki tahap ini tanpa
bantuan acara agama / ritus.
-
Perkawinan
Dalam semua kebudayaan,
perkawinan merupakan hubungan orang dewasa yang optimal, terutama bagi
perempuan, yang secara historis hanya memiliki sedikit pilihan lain saja.
Perkawinan menjalankan tiga fungsi : keintiman, prokreasi, dan penyaluran
hasrat-hasrat erotis.
Alkitab menerangkan perkawinan sebagai “seseorang
mengambil istri” (Ul 24:5; 22:13).
Mengambil artinya, seorang perempuan diperoleh dengan tiga cara dan memperoleh
dirinya (kemerdekaannya) dengan dua cara. Perempuan diperoleh melalui uang,
akte atau persetubuhan, dan memperoleh dirinya (kemerdekaannya) melalui
perceraian atau kematian suaminya.
Uang bukan pembeli,
tetapi lebih merupakan suatu lambang menyimpan.Seorang
perempuan disimpan secara eksklusif bagi suaminya, dan uang sekedar penegasan perubahan
status. Akte merupakan suatu dokumen dan bahwa persetubuhan disingkirkan oleh
para rabi sebagai suatu cara sah untuk mengikat
janji perkawinan.
Dalam perkawinan,
laki-lakilah yang mengambil perempuan.Maka secara alamiah, otoritas dalam
perkawinan terletak pada suami yang dipindahkan dari ayahnya kepada
suaminya.Upacara perkawinan mencerminkan prakarsa laki-laki.Inti upacara
perkawinan merupakan transaksi antara kedua pihak saat laki-laki memasangkan
cincin pada jari perempuan dan mengucapkan ayat perkawinan dan ditambahkan
pengucapan berkat pertunangan dan berkat perkawinan.Seorang perempuan membisu
dalam upacara perkawinan tradisional.
-
Persalinan
Tidak ada upacara
formal atau berkat untuk merayakan pengalaman paling menakjubkan dalam
kehidupan seorang perempuan – melahirkan.Ini berarti kurangnya tempat pada
perayaan publik untuk pengalaman-pengalaman perempuan dan kurangnya penghargaan
diri di pihak perempuan sepanjang abad.
-
Perceraian
Dalam hukum tradisional
Yahudi, perceraian bukan merupakan prosedur pengadilan, tetapi transaksi antara
kedua pihak. Inti perceraian Yahudi adalah tindakan seorang laki-laki yang
memberi gett (dalam bahasa Aram =
surat perintah cerai) dan perempuan yang menerima gett.
Seorang perempuan yang
tidak menyenangkan suaminya rentan secara jasmaniah maupun psikologis. Suaminya
dapat menceraikan dia semau-maunya, tetapi perempuan tidak dapat menceraikan
suaminya.Perceraian merupakan prakarsa dan hak seorang
laki-laki. Logikanya adalah, laki-laki yang menciptakan hubungan , maka
haruslah dia yang memutuskannya.
Pada
generasi berikutnya, ketidakadilan berkurang.Hak seorang
laki-laki dipersempit dan hak perempuan diperluas.Dengan begitu, perempuan
dapat menguasai nasibnya sendiri.Hak
istri untuk menuntut perceraian juga diperluas.
Pada abad di mana
perceraian diprakarsai perempuan, semakin banyak suami keras kepala yang
menolak memberi gett kepada istri-istri mereka, karena alasan dengki atau
pemerasan.
-
Mati-haid
Mati-haid dikenal
sebagai tahap hidup tersendiri, karena kebutuhan-kebutuhan seksual perempuan
terlepas dari generativitas.Mati-haid mengindikasikan penarikan diri dari
hubungan seksual ataupun peraturan Onah
(tanggung jawab seorang suami untuk secara seksual memuaskan istrinya).
-
Kematian
Upacara pemakaman untuk
laki-laki dan perempuan sama, termasuk pembasuhan lengkap jenazah sebagai
persiapan penguburan. Pembasuhan merupakan lambang penghormatan kepada orang
mati dan kekudusan tubuh meskipun hidup telah meninggalkannya. Setelah
pembasuhan ritual, jenazah dibalut dengan
kain kafan putih dan dimakamkan dalam peti sederhana dari kayu cemara.
Upacara pemakaman
meliputi eulogi (pidato penghormatan
terhadap orang yang meninggal), pembawaan doa tanda peringatan dan penguburan
di bawah tanah. Selama sebelas bulan setelah kematian salah satu orangtua,
dilakukan kaddish harian, yakni doa
perkabungan yang dibawakan dalam suatu minyan
– suatu kworum sepuluh orang yang merupakan kelompok doa bersama. Hanya anak
laki-laki yang diwajibkan membawa kaddish, yang berasal dari fakta bahwa hanya
laki-laki yang diperhitungkan sebagai bagian minyan.
2. FEMINISME
Pada masa ini,
feminisme muncul sebagai sebuah solusi preskriptif atas pandangan deskriptif
pada masa dunia maskulin.Kemunculan feminisme awalnya bertujuan untuk
menyeimbangkan peran serta kedua kubu agar kaum wanita dapat lebih dianggap
sebagai kaum yang dapat setara secara kualitas dalam bentuk budaya yang
mempromosikan sifat-sifat kelembutan dan kesabaran.
Namun, munculnya
pandangan ini kemudian menjadi berlebihan saat mereka menggunakan filsafat
eksistensialisme.[4]Filsafat
ini menolak paham yang menerima manusia memiliki sifat sebagai kodrat
bawaan.Paham inilah yang kemudian menjadikan paham feminisme menjadi sebuah
acuan ekstreem bahwa wanita harus juga melakukan setiap hal yang dilakukan oleh
kaum pria.Karna peran wanita dalam kehidupan tidak boleh dibedakan, maka setiap
peran yang dilakukan oleh kaum pria dilakukan oleh kaum wanita.
Pandangan ini
membuat peran wanita pada masa pre-feminisme menjadi sebuah hal yang biasa yang
tidak perlu dibahas dan bahkan menjadi hal yang dianggap menunjukkan sisi lemah
dari wanita.Berdampak langsung pada wanita yang masih melakukan peran mereka
dianggap sebagai hal yang tidak berguna sementara peran wanita pada bisnis dan
politik dianggap prestasi yang membanggakan.
A.
Definisi
Feminisme
Perempuan lemah karena
aturan mayarakat bersifat patriarkal (pater =bapak, arkhe = asal mula yang
menentukan), yang di dalamnya laki-laki berkuasa atas semua anggota masyarakat
yang lain dan mempertahankan kuasa itu sebagai milik yang sah, baik melalui
lembaga masyarakat, harta maupun pengetahuan.
Tujuan kaum feminis
(femina = perempuan) adalah membebaskan laki-laki maupun perempuan dari
kekuasaan kaum laki-laki dan mengangkat pandangan dan nilai kaum perempuan ke
dalam kesadaran masyarakat, sehingga terjadi suatu hubungan yang baru
berdasarkan kesamaan tingkat antara kaum laki-laki dan kaum perempuan.
Paham kodrat masih
diterima dan dipakai sampai pada permulaan tahun 1980an. Sesudah itu mulai
muncul kesadaran mengenai dua kenyataan yang berbeda dalam istilah kodrat,
yaitu:
a.
Kelamin (sex = unsur sel yang membedakan
tubuh manusia serta menumbuhkan alat kelamin dan unsur sekunder) ditentukan
sejak dari kandungan dan tidak akan pernah berubah.
b.
Gender (inggris: gender yaitu cara
memandang, menilai dan menentukan sikap laki-laki maupun perempuan dalam
masyarakat dan kebudayaan) berkembang dalam masyarakat dan dapat berubah
mengikuti perkembangan dan perubahan masyarakat dan budaya.[5]
Istilah
seks (‘jenis kelamin’) menunjukkan
perbedaan biologis saja, sedangkan istilah gender
dipakai untuk menunjukkan perbedaan kelakuan sosial antara laki-laki dan
perempuan dalam masyarakat.[6]
Analisis
gender memperhatikan bagaimana hubungan laki-laki dan perempuan pada permulaan
suatu program dan menentukan ke arah mana ia harus dikembangkan; sehingga tidak
ada pihak yang dirugikan melainkan semua pihak maju.
Gender
merupakan suatu alat untuk memahami kerumitan hubungan di antara manusia, alat
analisis, alat yang dipakai perempuan untuk membangun jati diri dan hubungan
sosial yang berakar pada keadilan serta martabat yang sama pada semua orang dalam
perbedaan masing-masing. Gender merupakan suatu ciptaan sosial, suatu cara
hidup dalam dunia, suatu cara didikan dan suatu cara melihat yang menentukan
hidup dan tindakan kita.
B.
Sejarah
Gerakan Feminisme
Sejarah mencatat
banyaknya usaha dan gerakan yang muncul untuk mengangkat perempuan sebagai
manusia bermartabat di beberapa belahan dunia:
-
Di Eropa, saat hukum Romawi berlaku,
kaum perempuan berada di bawah kuasa kaum laki-laki. Ketika zaman akan
berakhir, para perempuan yang berpendidikan sudah mulai membebaskan diri dari
ikatan kekuasaan dan sudah dapat mengatur miliknya sendiri dan berpengaruh
dalam masyarakat. Mary Daly, Beyond God
the Father (1973) adalah penggagas teologi feminis dalam arti modern.
-
Di Amerika, pembebasan perempuan terkait
dengan pembebasan budak. Ini dimulai dari kesadaran atas martabat setiap orang
sebagai ciptaan Allah. Perempuan memperjuangkan hak-hak mereka baik itu hak
politik, belajar, berprofesi dan jabatan dan menuntut hak di bidang
seksual.Teologia feminis kemudian terbagi menjadi 3 aliran yaitu aliran feminis
(terdiri dari orang golongan menengah), Womanist (yang berkulit hitam dan
berakar pada golongan bawah) dan Mujeristas (dari budaya Amerika Latin).Alice
Walker dan Dolores William, teolog
“womanist” yang berasal dari masyarakat berkulit hitam.
-
Di Afrika, ada kebudayaan tradisional
menghormati kaum perempuan sebagai penerus dan pemelihara kehidupan.Musimbi
Kanyoro, Mery Amba Oduyuye, Teresa Okora dan Louise Tappa menjadi tokoh
feminism di negara tersebut.
-
Di Asia, perempuan adalah pelengkap
laki-laki dan dihormati sebagai ibu.Arana Gnanadason, Kwock Pui-Lan, Chung
Hyung-Kyung, lee Oo-Chung, Virginia Fabella da Marry Mananzan turut
memperjuangkan teologia feminism.
-
Di Amerika Latin, kebudayaan masyo atau
kasar masih berpengaruh. Misalnya perempuan harus patuh pada laki-laki.Maria
Clara Bingemer, Ivone Gebara, Elsa Tames dan Ofelia Ortege menjadi tokoh untuk
memperjuangkan kesetaraan mereka.
C.
Pandangan
Alkitab
Dalam Kej 1:27, maka
jadilah laki-laki dan perempuan, diciptakan setara satu sama lain, menurut
gambar Allah. Laki-laki dan perempuan diciptakan berbeda secara biologis dan
seksual, namun memiliki atribut-atribut dan kekuatan-kekuatan ilahi yang sama.
Tercipta sebagai
laki-laki dan perempuan menunjukkan unsur emosional yang saling melengkapi.Kej
2:18 tidak dikatakan bahwa laki-laki membutuhkan perempuan penolong, tetapi
digunakan kata benda maskulin Yahudi ezer
yang berarti pertolongan. Karena itu para rabi menekankan bahwa laki-laki
seharusnya tidak “menguasai”,
menaklukan perempuan.
Kata tulang rusuk berasal dari kata tzela yang berarti “sisi”.Hawa-Adam
dibentuk sebagai satu unit yang hanya dapat bergerak bersama tapi tidak dapat
saling berhadapan.Pada tahap kedua penciptaan, dengan membelah unit ini
sehingga dua punggung terbentuk.Hal ini menyebabkan perlunya menghilangkan
kesadaran ciptaan yang belum menjadi dua, maka “sisi” diambil.
3.
Post – Feminisme
Masa
post-feminisme adalah masa untuk melihat kembali apakah benar-benar posisi
perempuan sudah tepat pada posisi yang diinginkan oleh Tuhan dalam interaksi
social manusia.Setelah kesetaraan terhadap wanita dijunjung tinggi, di bangun
lah segmentasi pekerjaan atau organisasi yang melibatkan wanita secara
menyeluruh.Bukannya wanita memiliki kesetaraan kesempatan untuk menempati
posisi yang juga bisa didapatkan oleh kaum pria, justru mereka di golongkan
kepada biro wanita atau ormas yang khusus kepada kaum wanita.
Beberapa
gerakan kenabian yang muncul pada pertengahan abad ke-20, yakni:
-
Teologi pembebasan yang memihak pada
kaum miskin yang ditindas oleh peraturan ekonomi modern. Teologi pembebasan
didasarkan pada kenyataan bahwa Allah memihak pada orang orang yang tertindas
dan yang dikesampingkan. Misalnya Allah membebaskan bangsa Israel dari
perbudakan mesir dan menjadikan mereka umat-Nya; dan Allah memihak pada rakyat
kecil melalui Yesus lahir dari keluarga miskin, hidup di tengah-tengah orang
biasa, orang sakit dan orang berdosa.
-
Teologi feminis yang berusaha memikirkan
kembali teologi melalui sudut pandang perempuan yang tertekan. Artinya pihak
laki-laki yang berkuasa melepaskan tuntutan dan kesombongannya, lalu membuka
diri menerima pihak perempuan. Dengan demikian terjadi persekutuan yang baru
diantara teman yang sederajat sebagai sesama mahluk Allah dan saudara Yesus.
-
Ekoteologi yang memikirkan pemeliharaan
dunia ciptaan Allah. Ekoteologi terkait dengan pengalaman kaum miskin yang
diusir dari tanah dan wilayah tempat nenek moyang mereka hidup berabad-abad
lamanya.
Pandangan
pada masa Post feminisme perlu melihat dengan jelas apabila posisi seperti ini
adalah hasil akhir emansipasi wanita.Atau justru posisi ini membuat wanita
tetap menjadi obyek?Posisi seperti inikah yang menunjukkan bahwa wanita perlu
dihargai sebagaimana adanya mereka?
KESIMPULAN
Feminisme
menuju satu keadaan masyarakat di mana laki-laki dan perempuan hidup dan
bekerjasama sebagai teman sekerja dengan tanggung jawab yang setingkat.Gerakan
feminis mengusahakan kebersamaan yang terbuka bagi semua pihak untuk mengembangkan
bakat dan pengetahuannya masing-masing demi kepentingan semua warga masyarakat.
Setelah
mengkaji apa yang sesungguhnya terjadi sekarang, kita perlu dengan jelas
mengerti dan memahami segi kehidupan yang masih harus diperbaiki dan tidak
dengan cepat menilai bahwa semuanya telah berjalan baik-baik saja. Kita perlu
terus mengevaluasi keadaan dunia agar mereka dapat menerima nilai-nilai yang
benar dari Firman Allah itu sendiri hingga kepada paham dalam kehidupan
intersosial mereka.
Sebagai
orang Kristen, kita harus mengerti dengan betul apa yang diinginkan oleh Allah
dan meminta tuntunan Roh Kudus untuk mengarahkan kita agar kita dapat memahami
kestaraan ini dalam nilai-nilai Kristus. Dalam berhubungan dengan penganut
agama lain, kita harusnya dapat memberikan nilai- nilai Kristus dalam
menanggapi paham ini agar mereka dapat mengerti dan mengenal dengan betul
siapakah Allah yang kita sembah.
Feminisme
perlu menjadi kaca bahwa kita perlu terus menerus menggali dan mencari tahu
keinginan utama Allah atas setiap kita, umat manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Barth,
Marie Claire dan Frommel. (2003)“Hati Allah bagaikan Hati seorang Ibu”Jakarta:
BPK Gunung Mulia.
Becher,
Jeanne. “Perempuan, Agama &
Seksualitas: Studi tentang pengaruh berbagai ajaran agama terhadap perempuan” Jakarta: BPK Gunung Mulia
Schafer,
Ruth. “Menggugat Kodrat Mengangkat Harkat”
Skinner, John. (1980) “A
Critical and Exegetical Commentary on Genesis” Edinburgh: T. & T. Clark.
Karman,
Yonky. (2004) “Bunga Rampai: Teologi Perjanjian Lama”
Kwitang: BPK Gunung Mulia.
[1]Yonky Karman. (2004) “Bunga Rampai:
Teologi Perjanjian Lama” ( Kwitang: 2004), 68
[2]John Skinner. (1980) “A Critical and
Exegetical Commentary on Genesis” (Edinburgh: T. & T. Clark), 83
[3]
Jeanne Becher, Perempuan, Agama &
Seksualitas (Studi tentang pengaruh berbagai ajaran agama terhadap
perempuan), Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
[4]Yonky Karman. (2004) “Bunga Rampai:
Teologi Perjanjian Lama” ( Kwitang: 2004), 71
[5]
Marie Claire Barth-Frommel, Hati Allah
bagaikan Hati seorang Ibu, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.
[6]
Ruth Schafer, dkk, Menggugat Kodrat
Mengangkat Harkat, 12.
terima kasih pencerahannya Brotampu God bless.
BalasHapus