BAB
I
A. Latar
Belakang
kitab kejadian ini termasuk didalam lima kitab
Taurat. Yang dimana kata Ibrani “Torah” dapat berarti hukum, peraturan,
pengajaran, dan wejangan. Orang Yahudi memakainya untuk menyebut kelima kitab
pertama dalam kitab suci mereka, yakni kejadian, keluaran, Imamat, Bilangan,
dan Ulangan.
Kitab kejadian terdiri dari dua bagian yang tidak
sama panjangnya. Kej 1-11 berisi cerita tentang awal mula dunia dan kisah
kehidupan umat manusia pada awal keberadaannya di muka bumi. Kisahnya diawali
dengan penciptaan alam semesta dan manusia, dosa pertama dan akibat-akibatnya,
lalu berkembangnya dosa dan kejahatan manusia yang semakin menghebat, yang
memuncak pada hukuman Tuhan atas dunia yang telah rusakoleh dosa. Satu
keluarga, yakni keluarga Nuh, yang terbukti tidak berdosa diselamatkan oleh
Allahdan ditempatkan di dunia yang telah dibersihkan oleh air bah.
Kej
1-11 menyangkut kehidupan seluruh umat manusia di bum,i sedangkan Kej 12-50
mengarahkan perhatiannya pada tokoh-tokoh yang akan menjadi bapa-bapa bangsa
Israel. Kisahnya dimulai dengan panggilan Abraham. Ia adalah seorang yang
mendapat janji Allah bahwa ia akan memperoleh keturunan dan keturunannya akan
mendapat Tanah Kanaan (12:1-25:18). Janji Tuhan ini diwariskan kepada Ishak,
anak Esau dan Yakub. Yakub menyingkirkan Esau atau memperoleh berkat dari
ayahnya. Dialah yang mewarisi janji Allah bagi Abraham (Kej 25:19-36:43). Yakub
memiliki dua belas orang anak laki-laki yang kemudian melahirkan kedua belas
suku Israel. Riwayat Yusuf, salah seorang anak Yakub, di ceritakan secara
panjang lebar di seluruh bagian terakhir kitab kejadian (Kej 37-50 (kecuali
38-49). Dialah yang berperan besar dalam kedatangan anak-anak Yakub ke Mesir,
tempat mereka menjadi sebuah bangsa.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa saja
tema-tema dari kitab Kejadian?
2.
Apa tema
yang paling dominan dari kitab Kejadian?
3.
Apa yang
menjadi alasan kelompok mengangkat tema “Pemilihan bapa leluhur”, yang paling
dominan dari kitab Kejadian?
BAB
II
TEMA-TEMA
KITAB KEJADIAN
A. Penciptaan dan
Pemeliharaan (Kej. 1-2)
Ada dua
catatan tentang penciptaan, diantaranya adalah
dalam kejadian 1, itu
berbicara mengenai penciptaan
Alam semesta serta
universal, dan dalam
kejadian 2, berpusat kepada
penciptaan manusia.
Penciptaan manusia ini
bersifat Klimaks karena
manusia diciptakan pada
hari terahkir, yaitu pada
hari keenam dari
seluruh ciptaan. Dalam
kitab kejadian ini, khususnya dalam kejadian 1:26-28, diceritakan bahwa Allah
menciptakan langit dan Bumi beserta
segala isinya dijadikan-Nya sungguh teramat baik, sebab apa
yang diciptakan Allah, dimaksudkan
uuntuk kehidupan manusia.
Pada bagian
ini juga diceritakan bahwa manusia
diciptakan menurut gambar
dan rupa Allah( 1:26a) .penciptaan manusia
ini dibedakan atas Laki-
laki dan perempuan. ( ayat 27).
Maksud dan tujuan
Allah dalam penciptaan
ini adalah agar manusia
berkuasa atas ikan- ikan di
laut dan burung- burung di udara dan diatas ternak dan atas
segala binatang melata yang merayap
di Bumi. Kata berkuasa ini adalah sebuah perintah
atau mandate yang Allah
berikan kepada manusia.
1. Penciptaan
dalam kredo Israel
Dalam Kejadian 1 Allah sebagai sang
pencipta dan manusia sebagai makhluk yang istimewa. Salah satu pokok keperayaan
Israel adalah kepercayaan akan Allah sebagai pencipta. Keyakinan akan Allah
sebagai pencipta sudah diungkapkan dalam pasal pertama ayat pertama dari kitab
Kejadian.[1]
Walaupun demikian, tidak berarti bahwa sejak semula keyakinan ini menjadi pokok
kepercayaan umat Israel.
Bagi umat Israel, peristiwa
penciptaan dunia ini tidaklah semata-mata merupakan suatu pokok pengetahuan
yang penting dan berharga, tetapi lebih-lebih merupakan suatu pokok kebanggaan,
penghiburan dan pengakuan percaya. Umat Israel percaya dan mengaku bahwa Allah
telah menciptakan langit dan bumi. Pokok penciptaan dunia harus dipahami
sebagai pelengkap dan penjelasan dari pokok penciptaan Umat Israel.[2]
2. Konsep
penciptaan Israel dengan enuma elish
Enuma
Elish adalah salah satu mitos penciptaan yang berasal dari Babilonia. [3]
George Smith membandingkan enuma elis dengan Kejadian pasal 1 dan 2 yang
rupanya memiliki banyak persamaan. Berdasarkan penelitian beberapa ahli yang
telah membandingkan urutan cerita tentang penciptaan yang ada dalam enuma elis
dan kitab Kejadian, terdapat sejumlah persamaan yang berhasil ditemukan.
Misalnya, keduanya sama-sama memberikan laporan mengenai penciptaan langit dan
bumi sebelum diciptakannya tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia. Selain itu,
persamaan lainnya adalah diciptakannya terang sebelum ada sumber-sumber terang.
Akan tetapi, tetap saja ada perbedaan mencolok antara keduanya yakni dalam
enuma elis.[4]
Dalam kitab Kejadian tema penciptaan menjadi suatu tema yang begitu penting.
Akan tetapi persamaan-persamaan tersebut tidak dapat membuktikan begitu saja
bahwa cerita penciptaan dalam kitab Kejadian bersumber pada Enuma Elis, begitu
juga sebaliknya. Pada dasarnya tujuan utama pasal ini bersifat teologi, yaitu
menunjuk kepada Allah sebagai Sang Pencipta, yang sudah ada sebelum ciptaan-Nya
ada dan yang berdaulat atas segala aspek ciptaan.
3. Konsep
kata “Bara”
Konsep penciptaan dalam perjanjian
lama khususnya dalam Kejadian pasal 1 memuat ciri khas, yaitu kata kerja “bara”. Akar kata kerja “bara” muncul di seluruh PL sebanyak 49
kali dengan subjek selalu Allah.[5]
Menurut Brueggemann, kata kerja ini adalah istilah yang paling agung untuk
tindakan Yahweh sebagai pencipta, suatu kata kerja yang tidak dipakai untuk
subjek mana pun kecuali Yahweh, Allah Israel.[6]
Oleh karena itu perjanjian lama menunjukkan penciptaan alam semesta merupakan
perbuatan ilahi, hal ini menentang teori yang mengatakan bahwa peristiwa
terjadinya alam semesta terjadi dengan sendirinya.
Ciri khas penciptaan Allah ialah
bahwa Ia menjadikan sesuatu yang tadinya tidak ada menjadi ada.[7]
Kata “menciptakan” (Ibrani: bara)
berarti mengadakan sesuatu sama sekali yang baru dengan cara yang mengagumkan.[8]
4. Kesimpulan
dari konsep penciptaan
Ada 2 catatan tentang
penciptaan yang saling melengkapi :
-
Kejadian 1, yang
berkenaan dengan alam semesta serta universal, dan
-
Kejadian 2, yang jelas
berpusat pada manusia
Struktur
kanonikal itu sendiri menyarankan bahwa penciptaan manusia menuju ke suatu
klimaks. Dia (yaitu manusia) adalah kemuliaan yang menyempurnakan proses
penciptaan. Ini terlihat jelas dalam Kejadian 1, karena manusia diciptakan yang
terakhir, pada hari keenam dari seluruh penciptaan.[9]
Kisah
penciptaan diletakkan diawal karena menjadi latar belakang peristiwa segala
sesuatu dan memberi pengertian awal untuk memahami siapa manusia dan kejatuhan
dalam dosa.
B.
DOSA
(Kej 3)
1. Hakikat
Manusia
Manusia
di ciptakan oleh Allah segambar dan serupa dengan Allah. Hidup manusia dalam
artinya yang unik adalah anugerah ilahi, dimaksudkan untuk mencerminkan sifat
Allah sendiri. Gambar dan rupa adalah mungkin istilah pararel
untuk menyatakan satu gagasan. Tetapi kata gambar
lebih menunjuk kepada keserupaan yang dibentuk, yang menunjukkan bahwa bentuk
luar seseorang mengambil bagian dalam penggambaran Allah. Rupa lebih condong berarti kesamaan ketimbang tiruan, sesuatu yang
mirip dalam hal-hal yang mungkin tidak diketahui melalui panca indera.[10]
Pengertian “serupa” dan “segambar” dapat dikatakan seperti kebiasaan raja yang
membuat patung di daerah tertentu sebagai representasinya. Oleh karena itu
dapat dikatakan baha manusia merupakan wakil penguasa, yaitu Allah.
Keserupaan manusia dengan Allah
berarti manusia memiliki otoritas kekuasaan seperti Allah, namun, perbedaanya
ialah kekuasaan Allah mutlak sedangkan kekuasaan manusia terbatas. Manusia
diciptakan segambar dan serupa dengan Allah untuk berkuasadan memerintah
(Kejadian 1:28). Menurut Dyrness, manusia sebagai rupa dan gambar Allah harus
menujukkan tindakan dan perilaku seperti Allah.[11]
Serupa dan segambar dengan Allah
menunjukkan manusia merupakan makhluk yang baik dan sempurna. Kesempurnaan
manusia menujukkan manusia sebagai makhluk yang lebih tinggi dari ciptaan
lainnya. Menurut C.Barth, kesempurnaan manusia bukan berarti manusia tidak
dapat jatuh dalam dosa melainkan harus memelihara kesempurnaan yang telah Allah
berikan.[12]
Manusia diciptakan sempurna seperti Allah agar dapat terjalin dalam persekutuan
dengan Allah.
2. Manusia
jatuh ke dalam dosa
Manusia
adalah makhluk yang tidak dapat tidak berdosa. Kesempurnaan moral manusia
merupakan kesempurnaan yang harus dipelihara dalam ketaatan. Allah melarang manusia untuk memakan buah
yang ada di tengah-tengah taman. Hal ini menunjukkan keterbatasan manusia jika
dibandingkan dengan Allah. Larangan ini bukan membatasi manusia melainkan
memelihara manusia dalam kebebasannya karena dalam kebebasan manusia ditemukan dalam
tatanan yang ditentukan oleh Allah. Jika manusia keluar dari tatanan yang Allah
tentukan, di sinilah manusia kehilangan kebebasannya. Karena itu, kejatuhan
manusia dalam Kejadian 3 menunjukkan tindakan manusia yang ingin bebas dari
aturan Allah.
Pohon
pengetahuan baik dan jahat merupakan alat untuk menguji manusia, jika mereka
lulus maka mereka masuk ke dalam tingkatan yang lebih tinggi.[13]
“pengetahuan baik dan jahat” diperoleh manusia ketika manusia melewati ujian
tersebut. Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, di saat itulah manusia memahami
bahwa mereka telah melakukan yang jahat. Dikatakan bahwa manusia akan mati jika
memakan buah tersebut, hal ini jangan dipahami dalam pengertian harfiah.
Kematian sebagai akibat perbuatan itu merupakan terputusnya persektutuan dengan
Allah. Ketidaktaatan manusia membuat persekutuan dengan Allah terputus, Hal ini
tergambar dari pengusiran manusia dari Taman itu.[14]
Selain itu, manusia tidak lagi memiliki kekuasaan yang tadinya dikaruniakan
Allah kepadanya.
Terputusnya
persekutuan antara Allah dan manusia menjadi awal kisah manusia dalam sejarah
keselamatan. Kisah kerusakan persekutuan dengan Allah digambarkan dalam
pasal-pasal berikutnya.
C.
Pemilihan
Bapa Leluhur (Kej 12-50)
1. Pemberian
Janji
Salah
satu unsur yang terkenal dan terpenting dari cerita bapa leluhur itu ialah
pemberian janji. Begitu besar jumlahnya, dan begitu besar arti nats yang
berbicara tentang janji itu, sehingga seyogianyalah bahwa segi ini mendapat
giliran pertama didalam uraian kita, barulah sesudah itu segi pemilihan,
penyataan dan perjanjian. Namun walaupun kita menempatkannya pada giliran
terakhir, maka itu sekali-kali tidak berarti bahwa kita memandangnya sepi;
malahan segi pemberian janji ini boleh jadi muncul sebagai inti kesaksian
Perjanjian Lama mengenai para bapa leluhur Israel!
Allah
memilih orangNya, menyatakan diri kepada mereka, membentuk perjanjian dengan
mereka, untuk apakah semuanya ini? Untuk menjawab pertanyaan yang demikian
sudah barang tentu ini merupakan kehendak, maksud dan rencana Allah mengenai
umatNya yang terpilih.
Apa itu
pemberian janji yang Allah maksud?
Kata
kerja kunci, yang selalu direnungkan Israel, adalah “bersumpah” atau seperti
terjemahan LAI dalam UL 6:23,
“dijanjikan dengan sumpah”. Kata kerja inilah yang membuat kesaksian tentang
Yahwe sedemikian unik, karena ia berkaitan dengan wacana yang keluar dari mulut
Yahwe, dimana Yahwe mengikrarkan suatu kewajiban bagi diri-Nya sendiri (“Aku
bersumpah demi diri-Ku sendiri...”) demi masa depan Israel.[15]
Memberi
suatu janji, menjanjikan sesuatu, berarti memberitahu bahwa sesuatu akan diberi. Pelaksanaan dan
pemberiannya yang menentukan, barulah berlangsung di masadepan, sedangkan
pemberitahuannya, yang tidak kurang pula menentukan, berlangsung masakini. Umat
Israel tidak menghargai lebih rendah pemberian
janji itu daripada penggenapannya; asalkan
bukan manusia, tetapi Allah sendiri yang berjanji, maka penggenapannyapun sudah
mulai berlangsung pada saat itu juga! Namun demikian, tak dapat disangkal bahwa
titik beratnya dalam hal berjanji itu terletak di masadepan.[16]
Kepada
Abraham Ishak dan Yakub diberi janji yang mengajaibkan terdapat dalam (Kej 12:1-3,7; 13:14-16; 15:5,7,18; 17:4-8;
22:17; 26:3-4,13-15; 32:13(12); 35:11-12; 50:24; Kel 6:4-7; 32:13). Tanah Kanaan akan menjadi milik mereka untuk
sepanjang masa. Keturunan mereka
mereka akan menjadi banyak, sehingga tidak terbilang lagi jumlahnya, dan
menjadi berkat bagi semua bangsa.
2. Allah Memilih
Tema selanjutnya yang turut menarik perhatian kita yang mewarnai
rangkaian kisah para bapa bangsa itu
adalah bagaimana Allah memilih mereka. Allah
memilih Abraham dari kaum keluarganya dan kemudian memilih Ishak dan Yakub
menjadi ahli waris janji-Nya kepada Abraham. Persoalan yang selalu muncul
adalah mengenai alasan Allah dalam memilih mereka. Mengapa Dia memilih Abraham
dan bukan anak-anak Terah yang lain? Mengapa Allah memilih Yakub, bukan Esau?
Banyak orang beranggapan bahwa pemilihan ini berarti bahwa Allah
mengutamakan seorang atau golongan orang tertentu dan meninggalkan yang lain. Seolah-olah
Ia memanjakan dan memberikan keistimewaan kepada mereka dan sebaliknya
menganaktirikan yang lain. Pemilihan yang dilakukan oleh Allah tidak berarti
demikian. Sekalipun bukan pewaris perjanjian Allah, Ismael diberkati oleh Allah
dan Ia berjanji untuk membuatnya menjadi beranak cucu sangat banyak, dan
membuatnya menjadi bangsa yang besar. Bahkan, ia akan memperanakkan 12 raja
(bdk. Kej 17:20; 25:12-16). Tentang Ismael, Allah rencana tersendiri. Sekalipun
bukan pewaris janji Allah, tidak berarti Esau disingkirkan. Ia pun mendapat
tanah (Seir), mempunyai banyak kekayaan, dan menurunkan banyak bangsa (Kej 36).
Bahwa mereka tidak dipilih itu tidak berarti bahwa mereka lebih buruk dan
kemudian di tolak, dibuang atau bahkan dikutuk.[17]
Jika demikian, mengapa Allah memilih mereka? Allah tidak perlu
mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakan-Nya; Ia dapat memilih dengan
bebas menurut kehendak-Nya dan kebijaksanaan-Nya sendiri. Tentu Allah mempunyai
alasan untuk memilih mereka. Alasan itu ada di dalam kehendak dan rencana-Nya
sendiri dan sama sekali tidak didasari pada pribadi yang dipilih-Nya itu. Kitab
suci tidak menunjukkan keistimewaan Abram sebelum dipanggil oleh Allah atau
peristiwa khusus yang menandai hidup Abram yang menjadi alasan Allah untuk
memilihnya.
Allah memilih mereka bukan pertama-tama karena keistimewaan yang
mereka miliki, tetapi lebih karena suatu tanggungjawab yang dibebankan Allah
kepada mereka demi keselamatan seluruh umat manusia. Allah memilih abraham
supaya olehnya “semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat” (Kej 12:3).
Pernyataan Allah tentang Abram ini diulang lagi dalam Kej 18:18; “dan oleh dia
segala bangsa di atas bumi akan mendapat berkat?” hal yang sama juga
diberlakukan Allah terhadap Yakub dan keturunannya : “dan olehmu serta
keturunanmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat” (Kej 28:14). Hal ini
berarti bahwa Allah telah memilih mereka agar segala bangsa di dunia
mempergunakan nama-Nya untuk mengucapkan berkat bagi sesama mereka. Jadi,
pemilihan Abraham (dan keturunannya) dan memberkatinya bukan untuk kepentingan
mereka sendiri tetapi mencakup juga rencana untuk semua manusia. Mereka akan
menjadi jalan Allah untuk menyampaikan berkat bagi segala bangsa di dunia.
3.
Allah
Mengikat Perjanjian
Allah telah memilih Abraham, Ishak dan Yakub, dan telah menyatakan
diri kepada mereka, semuanya itu dengan maksud tertentu. Cerita tentang para
bapa leluhur mempunyai suatu kecendrungan dan ketertujuan yang nyata ke arah
itu. Umat Israel pada segala waktu menghargai pemberian Firman itu sebagai
suatu perbuatan Allah, bahkan sebagai perbuatan “inti” yang merupakan
pokok-dasar dari kesaksian kitab Perjanjian lama. Hal ini menjadi jelas sekali,
apabila Firman itu menyatakan berdirinya suatu perjanjian antara Allah
dengan para bapa leluhur.
Pada hakekatnya hanya dua kali saja kita mendengar tentang suatu
perjanjian yang diikat Allah, yakni di dalam Kej 15 dan 17. Kedua cerita ini
adalah berkenaan dengan tokoh Abraham. Kita mendapat kesan, bahwa peristiwa ini
seolah-olah terjadi dua kali semasa hidup Abraham, tetapi mengingat adanya
benang cerita yang kadang berjalan sejajar, maka terlebih baiklah kita
memandang nats tersebut sebagai dua riwayat tentang satu peristiwa. Kej 15 dan 17 keduanya bertolak dari kepastian,
bahwa Allah telah membentuk suatu perjanjian, yakni khususnya dengan Abraham
dan keduanya berkeyakinan bahwa perjanjian itu sekaligus menyangkut segenap
keturunan Abraham.
Allah “mengikat”, “membentuk”, “mendirikan”, atau “menegakkan”
suatu perjanjian. Perjanjian yang diikat Allah dengan Abraham itupun merupakan
suatu “lembaga hukum”, walaupun bukannya suatu lembaga yang mengatur kehidupan
antar-manusia. Artinya bahwa Allah sendirilah yang mengikat perjanjian dengan
manusia, sebagai bukti atau tanda bahwa Allah akan memakai Abraham sebagai
jalan keselamatan bagi segala bangsa.
4. Allah
Menyatakan Diri
Pada perikop ini, konsep Allah menyatakan diri kepada bapa leluhur ditandai dengan panggilan
Allah kepada Abraham. dalam Alkitab, Allah menyatakan diri kepada Bapa leluhur
yang dimulai Abraham, ketika Abraham berada di Urkasdim(Kej
12:1,7), kemudian kepada Ishak (Kej 26:2) dan Yakub (Kej 28:13). Dalam
penyataan diri Allah kepada bapa leluhur ini, Allah tidak tinggal diam, justru
dengan Ia menyatakan diri, membuktikan bahwa
tindakan-Nya itu tertuju kepada manusia dengan maksuddan tujuan yaitu agar manusia dapat mengenal, siapa Allah itu. Pertanyaan
muncul, dengan cara bagaimanakah Allah menyatakan Diri? Dalam kitab- kitab
Perjanjian Lama, khususnya kitab kejadian, diceritakan bahwa Allah menyatakan
Diri dengan cara berfirman kepada bapa Leluhur. (Kejadian 12:1;7 ; 17:1 ; 18:1
;22:14 ; 26:2,24 ; 35:1,9; 48:3). Dalam
perikop ini, sambil menampakkan diri, Allah memperkenalkan diri-Nya.
Seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwa Allah menyatakan diri kepada para bapa
Leluhur, yaitu : Abraham, Ishak, dan Yakub (Kejadian 28:13).Mereka adalah
pelopor umat Israel. Pernyataan Allah kepada bapa Leluhur melalui perkenalan
Nama-Nya yang berkata: Akulah YHWH.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Tema yang paling
dominan dalam Kitab Kejadian ialah tentang Bapak Leluhur. Hal ini berkaitan
dengan Kitab Kejadian sebagai pendahuluan dari kisah keluarnya bangsa Israel
dari Mesir dan menjadi suatu bangsa tetapi bukan berarti pembahasan dalam kitab
Kejadian hanya membahas bapak leluhur saja. Selain mengenai bapak leluhur,
terdapat tema penciptaan dan kejatuhan manusia dalam dosa. Tema-tema ini
merupakan kesatuan utuh dimana kisah penciptaan memberikan penjelasan bahwa
Allah Israel ialah Allah yang Agung, Sang Pencipta alam semesta dan makhluk
hidup termasuk manusia. Penciptaan memberi sumbangsih terhadap pemahaman
mengenai hakekat manusia dan kemudian memberi arti terhadap kisah kejatuhan
manusia dalam dosa. Hal ini berlanjut sampai kisah persekutuan Allah dan bapak
leluhur terjalin sehingga Kejadian 1-11 menjadi latar belakang Allah yang
memberi janji dan kemudian mengikat diri-Nya.
[1] Y.M. Seto Marsunu, Allah Leluhur Kami Tema-Tema Teologis Taurat, (Yogyakarta, Kanisius, 2008). Hlm 18
[2] C. Barth, Teologi Perjanjian Lama 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991). Hlm 28
[3] Herbert Wolf, Pengetahuan Pentateukh, (Malang: Gandum Mas, 2004), 110
[4] David L. Baker, John J. Bimson. 2004. Mari Mengenal Arkeologi Alkitab. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 66-67
[5] Yonky Karman, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), 31
[6] Walter Brueggemann, Teologi Perjanjian Lama Vol.1, (Maumere: Ledalero, 2009), 224
[7] William Dyrness, Tema-Tema Dalam Teologi Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2008), 57
[11] 73.
[13] Dyrness, 88.
[15] Walter Brueggemann, Teologi Perjanjian Lama, Kesaksian,Tangkisan, Pembelaan. (Maumere : Ledalero, 2009). Hlm 252
[17] Y.M. Seto Marsunu, Allah Leluhur Kami Tema-tema Teologis Taurat. (Yogyakarta : Kanisius, 2008). Hlm 41
DAFTAR PUSTAKA
Seto Marsunu. Y.M Allah Leluhur Kami Tema-Tema
Teologis Taurat, (Yogyakarta, Kanisius, 2008).
Barth. C
Teologi Perjanjian Lama 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991).
Wolf.
Herbert Pengetahuan Pentateukh, (Malang: Gandum Mas, 2004).
L.
David. Dkk 2004. Mari Mengenal Arkeologi Alkitab. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004).
Karman.
Yonky Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015).
Brueggemann
Walter. Teologi Perjanjian Lama Vol.1, (Maumere: Ledalero, 2009).
0 Response to "Teologi Kitab Kejadian"
Posting Komentar